Selamat datang di CaraGampang.Com

NIAT INGSON POSO ING DHINO SESOK

Jumat, 17 Februari 20170 komentar



NIAT ingson poso ing dhino sesok sangkeng nekani bulan Ramadhan, iki lah tahoon, krono Allah ta’ala”. Kalimat ini bukan mantra, tapi terjemahan niat berpuasa yang dilafadzkan jamaah sejumlah masjid dan musola di Dusun Papal, Desa Teluk Papal, Kecamatan Bantan. Niat puasa dalam bahasa Jawa ini, biasanya dilafadz setelah niat bahasa Arab dipandu sang imam.

Minggu malam (5/6/2016) bersamaan malam 1 Ramadhan 1437 Hijriyah, saya bersama anak-anak Azmi dan Azlan, mengikuti shalat Isya dan Terawih berjamaah di Masjid Assu’ada Dusun Papal, Desa Teluk Papal Kecamatan Bantan. Jumlah rakaat shalat terawih di masjid yang berlokasi sekitar 800 meter dari pesisir pantai Selat Malaka itu, sebanyak 20 raka’at dan 3 raka’at shalat witir.

Sang imam yang memandu pelaksanaan shalat Isya, shalat sunat terawih dan witir, nama di KTP-nya tertulis Muzamil, tapi panggilan akrab di kampung, pria yang berprofesi sebagai penakek getah ini, punya nama ‘alias’ Dukut. Sedangkan sang bilal, Nuraziz dan doa dipercayakan kepada Tukijan, mertua dari pak Selamat Banc (personil Satpol PP Kecamatan Bantan).

Usai mengerjakan shalat terawih plus witir, seperti lazimnya sang imam langsung memandu kalimah shalawat kepada Rasullah, dzikir dan doa. Usai pembacaan doa, langsung melafadzkan niat berpuasa dengan bahasa Arab, kemudian dilanjutkan dengan terjemahan bahasa Jawa. “Niat ingson poso ing dhino sesok sangkeng nekani bulan Ramadhan, iki lah tahoon, krono Allah ta’ala.”  

Usai melafadzkan niat puasa bersama, baik dalam bahasa Arab maupun Jawa, rangkaian pasca shalat terawih belum usai. Masih ada sederatan tradisi yang dilakukan jamaah, yakni saling bersalam-salaman sambil melantunkan kalimah shalawat Nabi Besar Muhammad SAW., diiringi suara bedug yang ditabuh oleh anak-anak. Sambil membentuk formasi, jamaah berkeliling menyalami satu-satu jamaah lainnya.

Tradisi menabuh bedug saat bersalam-salaman ini, sudah terjadi puluhan tahun lalu. Kala itu, saya bersama teman-teman kecil dengan riang ria secara bergantian menabuh bedug. Bahkan lebih ‘ekstrim’, karena tak sabar bergantian, kami sengaja membawa kayu dan peralatan lainnya untuk dipukul.

Bagi saya dan kalangan anak-anak lainnya, kolaborasi suara menghasilkan suara semarak, ternyata berbeda dari segi orang tua. Mungkin bagi kalangan orang tua, suara berkolaborasi kayu, botol dan teko (pokoknya benda yang ada di situ dipukul), membuat nada fals alias sumbang.

Salah satunya, ayah saya, Badar bin Seni, mengambil langkah tegas, menertibkan segala peralatan alat pukul tersebut. Tindakan dan langkah itu, membuat tak senang bagi anak-anak sebaya ku, seperti Kayen, Suwarno, Wahono, Sutarto, Tukino dan lainnya. Sebagai anak kandung, tentu saya tidak bisa berbicara dan ‘melawan’, (tak mau jadi anak durhaka). Pasca peristiwa itu, tabuhan bedug tetap berdentum, namun tak kolaborasi dengan peralatan lain.

Kembali ke tradisi usai shalat terawih dan witir, tidak hanya suara bedug dan salaman. Suasana keakraban sesama jamaah semakin kental, saat giliran menikmati puluran (sebutan makanan ringan dan kue mueh yang sengaja dibawa oleh jamaah). Setiap malam secara bergiliran, jamaah membawa puluran dan minuman. Tujuan tradisi puluran ini, selain disajikan untuk jamaah, juga bagi pemuda-pemudi yang membaca Alquran alias tadarus.

Itu lah indahnya, shalat terawih berjamaah di kampung halaman. Selamat menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 1437 Hijriyah, semoga amal ibadah kita diterima di sisi Allah SWT. Amin ya rabbal Alamin…….   

Cerita Adi Sutrisno (CAS) 
Kumpulan Tulisan di Status Facebook
Share this article :
 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. ADI SUTRISNO NEWS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger