Seolah
kami menyaksikan dengan jelas perjalanan hidup bapak, diputar melalui layar
ukuran besar. Cerita masa silam maupun kenangan jelang bapak dipanggil Sang
Khalik.
Beberapa
hari jelang menghadap Sang Maha Pencipta, bapak punya niat menggelar kenduri
syukuran atau selamatan berangkat umroh di Tanah Suci Mekkah. Jadwalnya, malam
Jumat 15 November 2016. Namanya kenduri, tentu mengumpulkan orang kampung dan
seluruh sanak famili.
Seperti
lazimnya, sejak jauh-jauh hari, bapak mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk
kenduri. Seperti membeli lauk pauk dan lainnya. Waktu itu bapak terlebih dahulu
membeli ikan parang ukuran besar, seberat 8 Kg.
Rencananya
akan ditambah lagi, dua atau dua hari jelang hari H. Agar awet dan layak
dikonsumsi sampai waktunya, ikan parang itu dimasukan dalam kotak pendingin
alias ice box. Sesuai jadwal bapak bersama rombongan berangkat Rabu 5 Desember
2018, via Kuala Lumpur Malaysia.
Namun
sayangnya ikhtiar bapak, persiapkan kenduri untuk berangkat umroh ke Tanah Suci,
tak kesampaian. Karena, bapak lebih dahulu menghadap Allah SWT, meninggalkan
kami untuk selama-lamanya.
Memang
sesuai jadwal pada malam Jumat (seperti keinginan bapak), ikan parang itu digunakan
untuk kenduri. Tapi bukan untuk berangkat umroh, melainkan memperingati hari
ketujuh wafatnya beliau.
Pakde
Hamid atau Siwo Kamid, tak kuasa membendung air mata, saat bersih-bersih ikan
parang jelang kenduri tujuh hari wafat bapak. Beliau (Siwo Kamid), benar-benar
sedih.
Betapa
tidak, selama ini Siwo Kamid selalu akrab dengan adik iparnya. Setiap sore, mereka
selalu duduk di teras rumah sambil ngobrol. Kadang menikmati kue dan panganan
lainnya, tentu sambil ditemani secangkir teh hangat.
Lain
pula cerita tentang ayam kampung. Tiga hari jelang bapak menghembuskan nafas
terakhir. Tepatnya hari Rabu 7 November 2018, bapak bertandang ke rumah adik
bungsunya, Hindon di Desa Pematang Duku Timur.
Selama
ini, bapak memang sering datang ke rumah adiknya. Kadang tidur di sana,
berkumpul dengan saudara-saudara. Setiap ke tanah kelahirnya, tujuan bapak
pasti di rumah Bibik (makcik) Hindon. Mungkin alasannya, di sebelah rumah bik Hindon,
ada rumah ibu kandung bapak Mbah Aton.
Kembali
ke cerita ayam kampung. Saat tidur di rumah Bik Hindon, bapak punya hajat ingin
kumpul-kumpul dan makan bersama dengan saudara-saudara di rumah. Lantas beliau
menyuruh Bik Hindon, membuat sop ayam kampung.
Rencananya,
acara kumpul-kumpul itu dilaksanakan Sabtu (malam Minggu) 10 November 2018.
Namun Sabtu pagi, bapak menghubungi Bik Hindon, mengatakan agar rencana itu
diundur, hari Minggu aja alias malam Senin.
Alasan
bapak. Hari Sabtu siang pukul 14.00 WIB, ikut manasik umroh di Masjid Agung Istiqomah.
Tentu capek alias lelah setelah manasik. Makanya, bapak menjadwal ulang, jadi
hari Minggu alias malam Senin.
Mendapat
intruksi itu, si adik bungsu tentu patuh dan langsung menunda jadwal masak
memasak ayam kampung. Rupanya, Allah SWT kehendak lain. Rencana bapak kumpul
dan makan sop ayam kampung bersama saudara-saudaranya, tidak kejadian. Karena siang
itu, tepat pukul 14.03 WIB, tim medis menyatakan bapak wafat.
Siang
itu, berita duka tentang wafatnya bapak belum diketahui Bik Hindon. Kami dari RSUD
Bengkalis berusaha memberitahu via handpone. Namun karena hari itu jaringan
buruk (akibat listrik mati), kami tidak bisa menghubungi.
Bahkan
Paman Naluri (ayah Zuriat Abdillah) berkali-kali menghubungi, suaranya tidak
jelas. Meskipun Bik Hindon berusaha, namun tidak terjadi komunikasi yang baik. Awalnya
bik Hindon berpikir, Paman Nuri mengontak ingin bertanya tentang rencana kumpul
dan makan bersama keluarga.
Bik
Hindon dan keluarga di Pematang Duku, mengetahui bapak wafat setelah kabar
berantai dari salah seorang sanak famili.
Selamat
jalan bapak, semoga Allah mengampuni segala dosa mu, menerima segala amal
ibadah mu. Amiin ya rabbal alamin.
