Sewaktu
hidupnya, kebiasaan alhmarhum bapak H Badar bin Isni, kemana-mana selalu mengenakan
kopiah. Kadang warna kream putih, coklat, kream dan hitam. Namun yang lebih
dominan dipakaian warna coklat muda (seperti dalam gambar).
Kebiasaan
mengenakan kopiah itu, bukan bapak ingin menunjukan dirinya sudah menyandang
haji. Tapi jauh sebelum menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekah (sebelum
2009), beliau sudah fimiliar mengenakan kopiah haji.Waktu pergi kundangan acara pernikahan, kenduri syukuran, berdagang, kontrol tempat usaha batu batu dan ke kebun. Apalagi hendak pergi beribadah di masjid, sudah pasti mengenakan kopiah.
Kopiah
yang dipakaian bapak, tergantung tujuan atau dan acaranya. Misalnya, untuk
kundangan dan kenduri, beliau mengenakan kopiah warna putih. Waktu kerja
mengenakan kopiah hitam dan kadang cream. Sedangkan waktu santai, bertandang di
rumah saudara dan kerabat, lebih dominan kopiah warna kream yang dikenakan
bapak.
Bahkan,
ada kopiah kesayangan beliau, yakni warna kream, kondisinya sedikit
memprihatinkan. Kopiah dibalut sulam rajutan jaring. Kondisinya koyak (ruak) sedikit
pada bagian sulam. Sekilas jika dilihat tidak tampak rajutannya rusak. Tapi itu
lah bapak, jika senang dan sayang dengan barang miliknya, tetap akan dipakai
sampai benar-benar tidak bisa dipakai.
Berbicara
tentang kopiah, saya juga pengalaman tersendiri. Tepatnya, usai bapak
menunaikan ibadah haji tahun 2009 lalu. Beliau memberikan hadiah kopiah putih
(terdapat motif tulisan Allah).
Sampai
saat ini kopiah hadiah bapak, tetap ku pakai, terutama kaktu shalat di masjid
dan menghadiri kenduri syukuran. Jujur saya katakan. Saya sangat nyaman mengenakan
kopiah haji, dibandingkan dengan kopiah warna hitam.
Sepeninggalan
bapak menghadapi Sang Khalik. Ada beberapa kopiah haji, sebagian masih layak
pakai dan sebagiannya kopiah khusus ke kebun dan tempat kerja bapak. Kopiah itu,
sengaja kami simpan di tempat khusus, sebagai kenangan bagi kami dan anak cucu
bapak.
Ternyata,
Sabtu 1 November 2018, kakak sulung ku Nurhayati, saat tidur di rumah emak di
Dusun Papal, Desa Teluk Papal, Bantan, membuka lemari bapak. Begitu melihat beberapa
kopiah bapak tersusun rapi, air mata mbakyu Nur (kami memanggilnya), tumpah
deras membasahi pipinya.
Tak
ayal suasana sedih itu, membuat emak ku Meskiyah, tak kuasa menahan air mata. Akibatnya
suasana kala itu semakin haru. Emak dan anak menangis, mengingat bapak kala
hidupnya selalu mengenakan kopiah-kopiah khasnya.
Sebelum
mengakhiri tulisan ini. Jujur kami katakan, tulisan ini bukan bermaksud pamer
atau ria. Tapi setiap terkenang bapak, saya ingin menuangkan dalam sebuah
tulisan, agar kelakan tulisan ini menjadi lembaran sejarah bagi kami sekelurga
dan anak cucu bapak almarhum Badar bin Isni.
Selamat
jalan bapak. Semoga dilapangkan kubur mu. Jadikan kubur mu taman surga. Diterima
amal ibadah mu dan diampuni seluruh dosa mu, dan semoga bapak ditempatkan
bersama orang-orang beriman. Amiiin ya rabbal alami.

