SELASA
(24/5/2016), sekitar
pukul 07.15 WIB, rombongan Benchmarking Diklatpim IV 2016 Kabupaten Bengkalis,
tiba di kantor Bupati Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Rombongan kami dipimpin
langsung Kepala Badan Diklat Bengkalis T Zainuddin, bersama widyaiswara, yakni
Saharisir, Dar'i dan M Fadli serta Kabid Rafiardhi
'kapoor' Ikhsan serta
sejumlah staf Badan Diklat.
Setibanya di Bale Negeri (sebutan untuk
komplek kantor bupati, pendopo dan rumah dinas bupati). Begitu memasuki halaman
kompleks Bale Negeri, kami sangat takjub dengan suguhan taman yang sangat
mempesona. Tak ayal, decak kagum langsung mengalir dari bibir seluruh rombongan
Benchmarking. Seandainya ada diantara kami ada yang tidak berdecak kagum, tak
tahu mau dibilang apa.
Taman Maya Datar diberi nama, itu lah
taman yang menurut pandangan saya taman indah tertata dengan apik dan rapi.
Lengkap dengan patung harimau, bangku bernuansa klasik dan lampu jalan.
Tak kalah menakjubkan lagi, ketika
hendak masuk ke Bale Negeri, kami harus melewati titian atau jembatan yang
diapit air mancur. Tak hanya satu, di taman itu terdapat dua jembatan
'romantis'. Saat melintasi jembatan itu, diantara kami menyeletuk, "Macam
nak photo prewed." Ada juga yang bilang tempat ini sangat cocok untuk poto
prewed.
Memang tak berlebihan penilaian kami,
karena mata terasa adem saat menyaksikan pesona Taman Maya Datar. Rasanya kami
tidak ingin beranjak untuk meninggalkan tempat itu.
Kembali cerita Bale Negeri, saat kami
menaikan tangga kecil dan berada di teras depan, suguhi tiga kereta kencana
terbungkus "baju" plastik besar. Meski tak terlalu kentara, kami bisa
memastikan benda antik yang tertutup itu adalah kereta kebesaran yang digunakan
para raja-raja pada masa silam.
Oh ya, sebelum naik tangga, ada dua dara
Sunda alias nenggelis menyambut kami dengan senyuman dan sapa lembut, sehingga
meluluhkan hati kami. Spontan kami balas dengan senyuman diucapan terimakasih.
Seperti lazimnya, saat memasuki gedung
pemerintahan, kami langsung masuk. Rupanya ada aturan tak tertulis di Kabupaten
Purwakarta, setiap tamu yang masuk ke ruangan tamu Bale Negeri, harus terlebih
dahulu diwajibkan membuka sepatu.
Pengalaman buka sepatu pernah kami alami
saat berkunjung di rumah dinas Menteri Besar Malaka, Malaysia. (Kalau bisa
sekedar usul, alangkah tradisi ini dicontoh di Negeri Junjungan, setiap tamu
yang hendak masuk ke Wisma Daerah Sri Mahkota diberlakukan sama), colek Azrul.
Begitu masuk di ruang tamu, nuansa
dinding ruangan didominasi batik warna putih, dihiasi lukisan gunung, bendungan
Jatiluhur, kepala harimau putih dan tak ketinggalan lukisan Ratu Penguasa Laut
Selatan atau Nyi Roro Kidul mengenakan pakaian kemben berwarna hijau.
Sambil menunggu kedatangan akang Dedi
Mulyadi, kami disuguhi teh manis dan cenderamata berupa iket kepala, ciri khas
Sunda. (Kalau di Bengkalis, semacam tanjak). Tentu tidak semua peserta dapat
iket ini, karena hanya khusus di pakai kaum Adam.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi masuk
ruangan, berjalan cepat sambil mengucapkan Assalamualaikum dan Sampurason,
beliau memberi isyarat kepala rombongan untuk duduk di bangku depan sebelah
bwliau.
Tanpa basa basi, Bupati yang suka
membangun patung-patung di negerinya ini, langsung nyerocos. Tanpa harus
dimulai kalima YTH dan lain-lain. Akang Dedi mengucapkan selamat datang, dan
memaparkan tentang pembangunan di Purwakarta, serta pengalaman dirinya dalam
membangun Purwakarta.
Meski hanya setengah jam bertemu dengan
kontroversi ini, namu kami dapat ilmu yang bisa diterapkan di Bengkalis. Saya
katakan kontroversi, ada kebijakan beliau yang "nyeleneh", seperti
kebijakan pegawai tidak ada apel pagi dan sore dan tidak mengenakan seragam
PNS.
Selain itu kata akang Dedi, dalam
membangun daerahnya, beliau menginginkan agar birokrasi tak bertele-tele.
Misalnya, setiap pekerjaan proyek, baru dibayarkan setelah seluruhnya pekerja
tuntas, atau tidak ada terme pertama. Dibayarkan setelah ada audit dari lembaga
kompeten, sehingga PA, KPA dan PTTK tak haru khawatir ada kelebihan membayar.
Menurutnya akang Dedi, birokrasi yang
diterapkan selama ini dianggap menghambat pembangunan, karena aparatur sipil
negara hanya direpotkan dengan administrasi dan SPJ. Padahal masyarakat
menginginkan produk alias hasil dari pembangunan.
Kemudian, soal penerapan Teknologi dan
Informasi Komunikasi, sejak beberapa tahun ini kata akang Dedi, di daerahnya
sudah menerpakan di setiap kantor pemerintah dan sebagian di desa. Mulai dari
urusan surat menyurat dan penyimpanan dokumen, begitu juga soal promosi potensi
daerah.
Tak berlebihan memang, soal promosi kang
Dedi sangat gencar. Buktinya, pernah walikota New York datang ke Purwakarta. Bahkan
pada Senin kemarin, sebanyak utusan dari 23 negara bertandang di kabupaten yang
memiliki air mancur menari terbesar di Asia Tenggara
Meski pertemuan kami dengan akang Dedi
singkat, namun banyak ilmu yang dapat dipetik dan diterapkan di Negeri Junjungan
Bengkalis, (tapi bukan urusan buat patung), namun tentang urusan bangun taman,
penerapan TIK dan pendidikan.
Cerita Adi Sutrisno (CAS)
Kumpulan Tulisan di Facebook
