LAMPU colok merupakan salah satu tradisi
turun temurun masyakarakat Kabupaten Bengkalis. Biasanya kearifan lokal ini
disemarakan pada tiga hari jelang Hari Raya Idul Fitri atau lazimnya disebut
tujuh likur.
Tradisi yang dikemas dalam Festival
Lampu Colok ini, digelar mulai tingkat desa, kelurahan, kecamatan dan
kabupaten. Seperti biasa jelang festival, masyarakat mulai dari orang tua,
pemuda dan anak-anak berbagi tugas. Ada yang mencari kayu, membuat gapura dan
merapikan ribuan kaleng untuk dibuat lampu colok. Membuat lampu colok sangat
penting, sebab kalau tak ada lampu colok maka esensi dari festival itu tak ada
apa-apa. Iya kan pak Rusli Adi Alpapali.
Demi semaraknya malam tujuh likur itu,
warga setempat bersatu padu, cuaca panas dan rasa dahaga seakan diabaikan.
Bahkan (maaf) terkadang ada oknum yang rela tanpa alasan jelas
"membatalkan" puasa. Bukan bermaksud menyinggung, tapi fakta memang
berkata demikian.
Cerita tentang gapura lampu colok, pemuda
Desa Batang Duku Kecamatan Bukit Batu, sejak jauh-jauh hari membuat gapura
lampu colok. Pada Minggu siang sekitar pukul 11.00 WIB, saya bersama Kabag
Humas Johansyah Syafri dan staf Muhammad
Iqbal dalam perjalan
dari Duri menyaksika gapura Lampu Colok yang rampung dibangun.
Lokasi gapura lampu colok itu, kalau tak
salah dekat sungai. Melihat pemandangan itu, kami tentu salut atas inisiatif masyarakat
Batang Duku, yang curi star membuat Festival Lampu Colok.
Seketika, saya langsung mengontak HP
penguasa setempat Penjabat Kepala Desa Batang Duku, Herli. Namun beberapa kali
dikontak, belum ada jawaban dari pria yang juga bertugas di kantor Camat Bukit
Batu. Saya baru mendapat jawaban, ketika berada di kapal penyeberangan Roro.
Kira-kita kata beliau, "Memang betol bang, pemuda setempat berinisiatif
membuat gapura colok."
Menurut Herli, inisiatif warga Batang
Duku 'curi star' membuat gapura, agar jelang hari H, tidak lagi repot. Tentu
jawaban dari Pak Herli dapat diterima. Karena ketika berpuasa, badan jadi lemah
dan loyo, apalagi harus membuat gapura besar.
Agar tidak mengganggu kekhusukan saat
ibadah menanahan lapar dan dahaga, warga setempat mencuri start. Inilah salah
satu mencuri yang tidak merugikan orang lain, bahkan (mungkin) masuk kategori
mencuri tak bernilai dosa. Kira-kira betol tak pak Amrizal
Isa, Zuriat
Abdillah dan ustadz
muda Subli Muhammad.
Meski pun Hari Raye masih jauh kira-kira
31 hari lagi (itupun jika puasa genap 30 hari), namun langkah yang dilakukan
masyarakat dan pemuda Desa Batang Duku harus diacungi jempol. Ibarat mau
perang, mereka sudah menyiapkan seluruh peralatan, bahkan benteng pertahanan
juga sudah dibangun.
Selain itu, saya menilai apa yang
dilakukan masyarakat desa Batang Duku, bisa sebagai ekspresi kegembiraan
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, balasannya tentu bernilai kemuliaan.
Sesuai hadist Rasulullah, "Barangsiapa yang bergembira dengan datangnya
bulan Ramadhan, niscaya Allah mengharamkan jasadnya dari neraka".
Masha Allah, ini lah salah satu kemudian
datang bulan suci Ramadhan. Bergembira saja, "dapat garansi" jasad
kita diharamkan dari api neraka. Bagaimana kalau kita mengisi bulan penuh
barokah ini dengan amalan ibadah wajib dan sunat lainnya.
Kembali dengan cerita lampu colok, apa
yang dilakukan saudara-saudara kita seiman di Desa Batang Duku, bisa menjadi
iktibar dan pelajaran berharga bagi masyarakat lain yang ingin membuat gapura
lampu colok di lingkungannya. Tentunya untuk tahun depan, sebab hanya hitungan
jam lagi, kita sudah memasuki bulan suci Ramadhan.
Marhaban ya Ramadhan, mari kita tingkat
keimanan dan ketqwaan di bulan Pergampunam, bulan terdapat malam Lailatul
Qadar.
Kami sekeluarga mengucapkan selamat
menjalankan ibadah puasa. Mohon maaf lahir dan batin.
Cerita Adi Sutrisno (CAS)
Kumpulan Tulisan di Facebook
